Karya Tulis Ilmiah
Pengembangan Pegawai Bebasis Analisis Kesenjangan Kompetensi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) Tahun 2020
Kompetensi merupakan landasan penting dalam manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN),
selain aspek kualifikasi dan kinerja. Pengembangan pegawai berbasis analisis kesenjangan
kompetensi menjadi salah satu strategi untuk memenuhi standar kompetensi jabatan setiap
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang meliputi kompetensi teknis, manajerial dan sosial
kultural. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran mengenai pengembangan
pegawai berdasarkan analisis kesenjangan kompetensi pejabat pimpinan tinggi pratama.
Penelitian ini menggunakan analisis data sekunder hasil pemetaan kompetensi Jabatan
Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama dalam program Penilaian Potensi dan Kompetensi (Talent
Pool) JPT oleh BKN tahun 2020. Jumlah data yang digunakan dalam analisis ini berjumlah
227 pegawai dari 9 lokasi pengambilan data. Hasil penelitian menunjukan bahwa
Kesenjangan atau gap kompetensi paling tinggi berada pada kompetensi pengambilan
keputusan (86,67%), orientasi pada hasil (86,34%), serta pengembangan diri dan orang lain
(82,38%). Hasil analisis menggunakan Job Person Match (JPM) menunjukkan bahwa 36%
peserta memiliki JPM kurang optimal, 52,86% peserta memiliki JPM cukup optimal dan
12,78% peserta memiliki JPM optimal. Analisis kesenjangan kompetensi menunjukkan
74,89% pejabat memiliki gap tinggi 68,28% pejabat tidak memenuhi standar kompetensi
sosial kultural sesuai dengan level jabatannya saat ini. Analisis kesenjangan kompetensi ini
juga dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, generasi/usia, dan asal instansi.
Berdasarkan, hasil analisis kesenjangan kompetensi dan kinerja pegawai dalam 9 kotak
pengembangan kompetensi, dapat diperoleh program pengembangan yang tepat. Pegawai
yang memiliki kompetensi rendah atau berada di box 1,2,4 direkomendasikan diberikan
pengembangan kompetensi berupa melalui coaching, mentoring, belajar mandiri, action-
based learning, pelatihan teknis, knowledge sharing, literature study dan e-learning.
Program pengembangan kompetensi tidak bisa dibuat one fits for all, namun harus
memperhatikan karakteristik pegawai seperti usia/generasi, asal instansi, dan gap
kompetensi apa yang paling muncul.